Kondisi 4 Pekon di Pesisir Barat Memprihatinkan, Warga Merasa Dianak Tirikan Oleh Pemerintah

Doktorhukumtv — Dari semenjak dimekarkan menjadi Kabupaten yang dulunya masuk Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesisir Barat yang disahkan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung pada tanggal 25 Oktober 2012 kemudian diresmikan pada tanggal 22 April 2013.

Kemajuan dan berkembangnya Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung sangat signifikan dan luar biasa, akan tetapi hal ini sangat kontras dan tidak berlaku bagi Empat Pekon yang ada di Kecamatan Bangkunat.

Lebih kurang dari 5200 mata pilih warga yang ada di empat pekon pedalaman dan dihuni sekitar 26000 jiwa, bahkan Indonesia sudah 75 Tahun Merdeka, pekon Wayharu,Bandar Dalam, siring gading dan Way Tias belum merasakan arti sebuah kemerdekaan.

Keempat Pekon tersebut cuman berjarak 35 KM dari ibukota kecamatan Bangkunat dan membelah kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sepanjang 7,5 KM, banyak menyimpan potensi alam yang sangat luar biasa nilai jualnya.

Bahkan banyak warga dari empat pekon tersebut yang sudah menjadi petinggi di negeri ini, akan tetapi fakta yang mereka rasakan seperti dianak tirikan oleh Pemerintah Pusat.

Seperti Diketahui Keempat Pekon yang terisolasi, karena faktor jalan yang ekstrim dan sangat tidak layak untuk dilalui berlumpur dan kadangn kala mempertaruhkan nyawa untuk berhadapan dengan ganasnya gelombang laut lepas serta lima muara sungai yang harus diseberangi hanya untuk melewati jalan membawa hasil bumi dan mobilitas warga demi untuk menuju ke pasar Way heni dan Ibukota kecamatan.

Semua itu berimbas pada harga kebutuhan pokok yang melejit setinggi langit, harga semen persatu saknya mencapai Rp.130.000 dan gas elpiji 3 Kg yang harga bersubsidi mencapai harga Rp.50.000 sampai kelokasi pekon wayharu.

Warga yang ingin keluar masuk dari ke empat pekon yang terisolir tersebut harus merogoh kantong untuk ongkos ojek motor yang sudah dimodifikasi dengan tarif RP.100 ribu untuk sekali jalan atau warga bisa menikmati transportasi alternatif lain gerobak sapi dan mobil double kabin.

Jika cuaca musim penghujan, jangan harap warga yang di pedalaman empat pekon tersebut bisa bebas lalu lalang keluar masuk, jalan tanah berubah menjadi kubangan lumpur yang mampu menenggelamkan satu ekor sapi dewasa, belum lagi gelombang laut yang menutup akses jalan di tiga muara sungai yang ada.

Kalau sudah keadaan seperti itu semuanya hanya bisa di tempuh dengan hanya menggunakan akses perahu dengan tujuan bersandar di pelabuhan pekon kota jawa dengan ongkos sekali menyebrang 200 ribu perorang.

Selain jalan transportasi yang tidak layak serta sulit, jaringan handpone blang spoot alias tidak ada sinyal, jangan tanya kalau fasilitas PLN hanya isapan jempol saja yang sampai sekarang tidak terealisasi oleh pemerintah pusat atau Pak Jokowi.

Menurut pengakuan warga, Pemerintah kabupaten Pesisir Barat pernah membuka badan jalan tersebut,akan tetapi hanya sebatas membukak jalan saja dan itupun terkesan ada pembiaran tidak pernah untuk di perbaiki lagi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah Daerah.

Previous Post Next Post