JAKARTA- Seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun swasta diajak untuk terus menggenjot penumpasan gizi buruk dan stunting untuk mencapai Indonesia emas 2040. Kerja bersama perlu dilakukan termasuk dengan menjaga sumber mata air dan menggerakkan konsumsi pangan lokal dan protein hewani.
Hal itu dikatakan Mantan Kepala BNPB, Letjen TNI (Purn) Doni Monardo yang saat ini menjadi pembina Yayasan Kita Jaga dalam acara Action Against Stunting Hub (AASH) yang digelar secara virtual. Dia mengatakan bahwa untuk membentuk Indonesia emas kesehatan harus memastikan kualitas lingkungan baik.
“Sejumlah hal yang ada di depan mata kita belum optimal pertama masalah sumber air. Mari menjaga sumber air maka kita akan membantu mengentaskan masalah stunting,” kata Doni, Sabtu (9/10/2021). Hal lain yang harus digerakkan konsumsi pangan lokal dan protein hewani.
Protein hewani juga menjadi salah satu faktor penting dalam membentuk tubuh yang baik dan otak yang cerdas. “Di negara kita potensi ikan kita 12,5 juta ton. Potensi ikan nasional kita. Kemudian dilihat dari konsumsi ikan di negara kita jauh lebih rendah dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya,” jelasnya.
Direktur SEAMEO RECFON Muchtaruddin Mansyur mengatakan, Action Against Stunting Day terus digencarkan untuk mencapai visi Indonesia 2024 dan target SGDs untuk menghapus semua masalah gizi buruk khususnya stunting.“Aksi untuk mencapai penurunan stunting secara global, mempromosikan dialog dan advokasi mengenai SDG2, mengidentifikasi prioritas dan visi bersama untuk penurunan stunting, serta menumbuhkan rasa kebersamaan dengan menyatukan berbagai aktor dan generasi,” katanya.
Muchtaruddin mengatakan untuk mencapai target penumpasan stunting, seluruh elemen baik pemerintah maupun non pemerintah harus saling berkolaborasi.”Pengambil kebijakan, akademisi, polisi, pebisnis dan organisasi juga harus masif ikut menyuarakan isu penumpasan permasalah stunting,” tambahnya.Peneliti senior SEAMEO RECFON dan Country Lead AASH Indonesia Umi Fahmida mengatakan bahwa, AASH merupakan studi interdisiplin yang dilaksanakan di tiga negara (India, Indonesia, Senegal) dan Lombok Timur menjadi lokasi di Indonesia.
“AASH bertujuan untuk mempelajari tipologi faktor-faktor yang membentuk jalur menuju stunting (stunting typology) dengan pendekatan anak secara utuh (whole child approach) termasuk komponen fisik (gizi, epigenetik, kesehatan saluran cerna), lingkungan pengasuhan, pendidikan dan pangan,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini mengatakan masyarakat sipil menjadi salah satu pemeran penting dalan percepatan pengurangan stunting.
Dia mengklaim Lazismu ikut berperan dalam menangani stunting di Indonesia.Kontribusi program Lazismu sebagai salah satu program pencegahan stunting bertajuk Peningkatan Kemampuan Gizi Seimbang Seluruh Indonesia di 34 Provinsi dan 462 Kabupaten/Kota,” pungkasnya.