Oleh : Muhammad Farhan, Dian Rifiansyah dan Raka Tiza
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (FH UBL)
Indonesia ialah negara yang bercita-cita menjadi negara kesejahteraan (welfare state) hal ini berdasarkan Ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, sehingga Negara harus bertanggung jawab atas nasib seluruh warga negaranya. Oleh karena itu perlu dilakukkan usaha-usaha untuk mencapai negara kesejahteraan tersebut, baik dilakukakan oleh Pemerintah atau masyarakat itu sendiri dengan cara meningkatkan pelayanan perlidungan bantuan pencegahan masalah sosial di tengah masyarakat. Hal ini selaras dengan negara Indonesia sebagai negara yang menganut idiologi Pancasila yang menjunjung nilai-nilai kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran.
Dalam rangka mencapai kesejahteraan, Negara pada tahun 2020 di hadapkan dengan kondisi yang memperihatinkan karena terjadi pandemi Covid 19 yang telah menciptakan krisis multidimensi yang berdampak negatif pada semua sektor dan bidang kehidupan, terutama bidang kesehatan dan bidang ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi terkontraksi, termasuk arus investasi, sebagaimana negara-negara didunia pada umumnya, Indonesia kini juga memasuki masa resesi ekonomi, walaupun tidak separah negara-negara lainnya.
Invasi negara rusia ke ukraina juga menjadi penyebab naiknya harga gandum, pupuk dan minyak di berbagai negara, sehingga sebagai instrumen kehidupan birokrasi pemerintah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus mampu menjaga kestabilan dalam Negeri bagi masyarakat untuk memberikan subsidi supaya daya beli masyarakat tetap stabil.
Di Indoenesia saat ini masih mengimpor minyak yang bersifat telah jadi (siap guna) dari luar Negeri, hal ini disebabkan oleh negara Indonesia belum mampu mengolah semua keseluruhan produksinya hingga siap pakai karena latar belakang sumber daya manusia (SDM) belum memiliki kemampuan dan keterampilan untuk hal tersebut.
Negara Indonesia termasuk negara yang importir minyak terbesar didunia sebab Indonesia lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor. Pemerintah juga membeli Bahan Bakar Minyak menggunakan mata uang Dolar Amerika yang mengakibatkan kurs rupiah melemah terhadap dolar, kondisi ini menjadi alasan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pengendalian BBM merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi (Migas), di dalam Undang-Undang tersebut diatur berikut cara pengendalian anggaran untuk kategori bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas cair. Ketidaksuaian antara regulasi dengan fakta di lapangan terkait harga BBM menyebabkan para driver ojek online (ojol) menolak kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite. Kenaikan harga BBM dirasa mempersulit aktivitas driver ojek online (ojol).
Kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM) mencatat BBM bersubsidi merupakan BBM yang paling banyak dipakai dengan volume sampai 23 juta kiloliter Pertahunnya.
Berdasarkan data dari Head of Center of food,Energy And Sustainable Development Institute For Development Of Economics And Finance (INDEF) menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM jenis Pertamax sekitar 38% telah diantisipasi dengan penetapan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang menggantikan premium. Untuk itu pemerintah harus menyiapkan mekanisme yang efesien dan efektif dengan mempertahankan penggunaan pertamax beralih ke pertalite.
Pemerintah dalam kesempatan ini akan merivisi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri terutama ketentuan Pasal 2 Ayat (4) yang menjelaskan semua jenis transportasi darat, sungai, danau dan penyeberangan untuk mengkonsumsi bahan bakar minyak bersubsidi.
Pemerintah pada tanggal 3 september 2022 dengan resmi mengumumkan kenaikan harga BBM pada seperti pertalite, pertamax dan solar dengan harga pertalite menjadi Rp 10.000/liter, untuk pertamax menjadi Rp 14.200/liter dan solar dengan harga Rp 6.800/liter.
Kebijakan pemerintah dengan subsidi Rp. 502 triliun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan semua kalangan masyarakat karena masih banyak masyarakat yang berekonomi menengah ke atas yang menggunakan subsidi tersebut, sehingga BBM harus dinaikan.
Subsidi BBM seharusnya diprioritaskan bagi kalangan bawah dengan pendapatan dibawah rata-rata perharinya, harus tetap mengacu pada Keuputusan Menteri ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual literan kategori bahan bakar umum jenis bensin solar yang di distribusikan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Utama (SPBU).
Berdasarkan data dari United States Agency For Internasional Development (USAID) yang juga punya andil yang terbilang besar dalam proses pembentukan Undang – Undang Migas di Indonesia. Penting adanya peraturan deregulasi, sehingga subsidi harus dihapus agar harganya dapat mengikuti harga pasar atau disebut harga keekonomian.
USAID melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia yang melibatkan Organisasi Masyarakat (Ormas), Perguruan Tinggi (PT) dan media sudah berhasil menyelesaikan berkas Undang – Undang Migas tahun 2000. Pada tahun 2001 USAID memberi dana kembali ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan PT untuk berkampanye masalah penghapusan subsidi. Demi berhasilnya rencana dari USAID idealnya Bank Dunia harus memberikan subsidi financial untuk melakukan studi komprensif Migas dan kebijakan tarif untuk LSM dan Perguruan tinggi.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa BBM pertalite adalah jenis yang paling banyak digunakan pada tahun 2021 dengan volume mencapai 23 juta kilo liter pertahun, jumlah ini sekitar 79% dari total penggunaan BBM yang mencakup pertamax. Kenaikan harga BBM terpengaruh pada aspek sosial yang terjadi dalam masyarakat karena BBM merupakan bahan dasar operasional perusahaan dan angkutan umum.
Tingginya BBM akan membebani biaya produksi perusahaan pada akhirnya biaya produksi perusahaan harus mempertimbangkan efesiensi dan efektifitas produksi, maka langkah yang harus di ambil perusahaan adalah menghentikan penerimaan karyawan baru hingga terpaksa harus ada pemutusan hubungan kerja yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan jumlah kemiskinan, karena tingginya angka pengangguran akan berujung pada peningkatan kemiskinan di Indonesia.
Ojol yang tergabung dalam Serikat Kerja Angkutan Indonesia (SPAI) menyatakan menolak terhadap naiknya harga BBM bersubsidi terlebih lagi ketika pendapatan perusahaan sebesar 15% untuk biaya aplikasi perusahaan, SPAI mengklaim sebagian kasus pemotongan lebih dari 15%. SPAI juga menyebutkan disatu sisi Driver ojol belum mendapatkan jaminan terhadap upah minimum yang layak, disisi lain dipaksakan bekerja lebih dari delapan jam tanpa uang tambahan dan uang lembur.
Kondisi adanya kenaikan harga bahan BBM ditandai dengan harga bahan pokok dan lainnya melambung tinggi membuat SPAI kukuh untuk menolak kebijakan Pemerintah terutama terkait dengan pengurangan subsidi pertalite. Dampak tingginya BBM dalam situasi ekonomi masyarakat yang belum pulih kenaikan BBM dapat menjadi kondisi kontra produktif, kenaikan harga BBM akan menimbulkan amarah masal, sehingga ketidakstabilan di masyarakat akan meluas, sebagian masyarakat merasa tidak siap menerima tingginya harga BBM.
Perlu menjadi perhatian bahwa BBM digunakan untuk konsumsi hampir seluruh sektor kehidupan sosial telah menyebabkan inflasi menjadi 17,11%, sehingga sangat penting sekali mengendalikan harga energi supaya tidak memberikan efek kepada inflasi. Dalam hal ini pemerintah harus memonitoring pergerakan inflasi setelah penyesuaian BBM domestik, sehingga mudah terkendali pada level bawah.
Berdasarkan fakta di lapangan bahwa masih banyak pengemudi ojol seperti Maxim, Gojek dan Grab yang mengeluh terhadap tingginya harga BBM. Tingginya kenaikan harga BBM mengakibatkan bertambah meningkatnya angka kemiskinan karena dengan kenaikan harga BBM beresiko terhadap harga bahan pokok juga yang naik di pasaran karena dinilai dari biaya distribusi yang memakan banyak konsumsi BBM.
Dilihat pendapatan sehari-hari para Ojol mengalami penurunan drastis karena bukan hanya naiknya harga BBM, tetapi biaya dari aplikasi juga ikut mengalami kenaikan. Apabila kenaikan itu terjadi dalam jangka panjang dan ekonomi masyarakat masih tidak stabil, maka akan mengakibatkan banyaknya pengemudi ojol memilih untuk berhenti berkerja karena tidak sesuai pendapatan dan besarnya pengeluaran yang didapat oleh Ojol.
Pengemudi Ojol merupakan profesi yang digeluti dikalangan semua usia baik dari muda hingga usia tua, oleh karena itu kenaikan BBM ini mempengaruhi kondisi ekonomi dalam kehidupan berkeluarga, karena Ojol bukan hanya sebagai pekerjaan sampingan akan tetapi banyak para driver Ojol yang menjadikan Driver Ojol sebagai pekerjaan tetap.
Banyak para Driver yang belum siap menghadapi kenaikan harga BBM ini dikarenakan kondisi ekonomi yang belum stabil setelah mengalami masa Covid-19 yang membuat para Driver sangat merasa terbebani dengan keputusan Pemerintah tersebut. Pendapatan bersih para driver sejak kenaikan harga BBM rata-rata hanya sekitar Rp.50.000,-/hari dan jumlah itu belum termasuk biaya perawatan kendaraan rutin tiap bulannya, sehingga sangat sulit untuk terus melanjutkan profesi sebagai Driver Ojol jika harga BBM tersebut akan terus seperti ini.
Tingginya harga BBM yang mengakibatkan turunnya jumlah orderan dari penumpang Ojol, disamping itu bantuan dari Pemerintah terhadap pengemudi Ojol belum mencukupi untuk kebutuhan jangka panjang, sehingga Driver merasa bahwa Pemerintah tidak peduli terhadap rakyat, karena kenaikan harga BBM berpengaruh juga terhadap kebutuhan pokok yang ada di pasar terutama kubutuhan rumah tangga seperti beras, sayur, gula dan minyak.
Tarif Ojol dari Perusahaan angkutan pun naik karena imbas penyesuaian harga BBM, kenaikan tarif Ojol ini sangat bervariasi antara 5% sampai 15% tergantung jenis angkutan. Angkutan yang tidak di atur pemerintah secara langsung dapat menyesuai tarif sendiri, namun yang sudah diatur oleh Pemerintah harus siap beradaptasi dengan perubahan tarif pada jenis angkutan tersebut.
Kenaikan harga BBM juga berimbas meningkatkan angka pengangguran, disamping itu daya beli masyarakat menjadi menurun mengakibatkan kurangnya pemasukan perusahan akibatnya pekerja yang terkena imbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan, dengan demikian, angka penggaguran dipastikan akan bertambah.
Bertambahnya angka Kemiskinan termasuk merupakan masalah besar bagi sebuah negara berkembang, kemiskinan ini terjadi di masyarakat disebabkan tata kelola pemerintah yang buruk terhadap pengelolaan sumber daya manusia, oleh karena itu sebagai Warga Negara seharusnya bersama-sama membangun Negara tercinta dan memberantas kemiskinan dalam jangka pendek.
Pemerintah diharapakan tegas terhadap oknum-oknum yang menimbun BBM karena tidak mendahulukan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan sendiri/kelompok. Diharapkan pula agar Pemerintah memberikan bantuan secara merata selama harga BBM naik dan harus mampu mengatasi masalah-masalah tentang dampak kenaikan harga BBM, khususnya terhadap masyarakat kalangan menengah ke bawah karena kondisi perekonomian yang masih belum stabil Pasca Covid-19.