Defisit anggaran dalam APBD-P Kota Bandar Lampung tahun 2022 sebesar 20,74 % ternyata salahi aturan. Penetapan defisit tersebut dilakukan tanpa melalui persetujuan pelampauan batas maksimal defisit APBD kepada Menteri Keuangan c.q Dirjen Perimbangan Keuangan. Seharusnya batas maksimal defisit APBD yang diperkenankan bagi Pemkot Bandar Lampung adalah sebesar 5,3 % dari perkiraan pendapatan daerah.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Bandar Lampung Muhammad Darmawansyah mengungkapkan hal tersebut di sela-sela pansus LPJ Walikota Bandar Lampung, di ruang kerjanya, Senin (03/07). Menurutnya, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Pemkot Bandar Lampung, jumlah defisit anggaran dalam APBD-P Bandar Lampung Tahun Anggaran 2022 adalah sebesar 520,36 Milyar Rupiah. Defisit anggaran tersebut direncanakan akan ditutupi dengan penerimaan pinjaman daerah yaitu pinjaman daerah dari pemerintah pusat berupa dana pemulihan ekonomi sebesar 150 Milyar rupiah, dan dari pinjaman daerah dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBK) sebesar 420 Milyar rupiah.
“Penerimaan pembiayaan daerah yang bersumber PEN sebesar 150 M, sudah memperoleh persetujuan, tetapi penerimaan pengganggaran yang 420 M, tanpa melalui proses permohonan persetujuaan pelampauan batas maksimal defisit APBD kepada Menteri Keuangan c.q Dirjen Perimbangan Keuangan. Ini jelas menyalahi aturan dan menjadi bukti ketidaktaatan Pemkot atas aturan,” jelasnya.
Dijelaskannya, berdasarkan ketentuan mengingat kapasitas fiskal daerah Kota Bandar Lampung dengan kategori sangat tinggi, maka besaran defisit yang diperkenankan hanya sebesar 5,3 % dari perkiraan pendapatan. Akan tetapi Pemkot Bandar Lampung menetapkan defisit anggaran pada APBD- P 2022 sebesar 520,36 Milyar rupiah atau sebesar 20,74 %. Hal itu diperparah dengan adanya temuan BPK bahwa penganggaran penerimaan pembiayaan sebesar 411 Milyar lebih yang tidak didukung oleh sumber penerimaan yang jelas.
“Pemkot Bandar Lampung hanya mampu menunjukkan adanya komitmen pemberian pembiayaan sebesar 9 Milyar rupiah dari total anggaran penerimaan pembiayaan sebesar 420 Milyar rupiah. Dengan demikian sisanya, yaitu anggaran penerimaan sebesar 411 Milyar rupiah tidak didukung sumber penerimaan yang jelas dan pasti. Berdasarkan data LHP BPK, Kepala BPKAD beralasan untuk menutupi defisit itu dilakukan dengan cara adanya komitmen menunda pembayaran atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga, tetapi dokumen komitmen pihak ketiga tersebut tidak dapat ditunjukkan oleh BPKAD. Artinya penundaan pembayaran pihak ketiga dilakukan secara sepihak dan tentu saja merugikan pihak ketiga,” ujarnya.
Lebih lanjut Darmawansyah menjelaskan, dalam Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun Anggaran 2022, masih terdapat defisit riil sebesar 342 Milyar, sedangkan SILPA Tahun 2022 hanya sebesar 15,6 Milyar. Defisit riil ini telah terjadi dari tahun ke tahun, akan tetapi pemkot Bandar Lampung masih tetap saja menganggarkan serta meralisasikan belanja-belanja yang tidak bersifat prioritas tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Belanja tersebut antara lain merupakan bantuan berupa uang maupun barang yang diberikan kepada instansi vertikal, masyarakat, badan dan Lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang direalisasikan sebesar 82,59 Milyar rupiah.
“Besaran defisit riil tahun 2022 memang mengalami penurunan secara angka, akan tetapi jika jumlah defisit 411 Milyar berdasarkan LHP BPK yang disebut-sebut BPKAD berasal dari penundaan pembayaraan pihak ketiga dimasukkan dalam komponen defisit riil, maka seharusnya angka defisit riil otomatis meningkat. Ironisnya lagi di saat anggaran mengalami defisit, Pemkot masih melakukan
pembiayaan kegiatan non prioritas. Di saat tunjangan penghasilan ASN, honor pegawai PPPK, tenaga kebersihan, RT, petugas linmas dan lain-lain tidak dibayarkan, tetapi Pemkot masih menghambur- hamburkan uang untuk kegiatan yang tidak prioritas,” pungkasnya.